Singo Mudho sebagai Mutiara Tersembunyi Di Desa Majasem

kendal.ngawikab.go.id – Desa Majasem, lokalitas mempesona di tengah Kecamatan Kendal yang tidak banyak orang ketahui. Tidak hanya dikenal karena alamnya yang asri, desa ini ternyata menyimpan kekayaan budaya yang mengagumkan. Tim KKN-PPM UGM Kelana Kendal Ngawi 2023 berkesempatan untuk mengeksplor salah satu budaya Desa Majasem tersebut yaitu Reog Majasem. Kesenian Reog, menjadi salah satu warisan budaya yang menjadi kebanggaan komunitas setempat, tidak hanya sekadar pertunjukan tradisional, tetapi juga pilar utama dalam membentuk identitas Desa Majasem yang tak tergantikan.

Menelusuri Akar Sejarah Reog Desa Majasem

Reog, sebuah kesenian tradisional dari Jawa Timur yang telah menjamur menjadi suatu bentuk ciri khas. Reog Ponorogo menjadi yang paling terkenal, namun Reog Desa Majasem turut memberikan warna dan keunikan tersendiri pada ragam seni tradisional Indonesia.

“Reog Majasem jadi budaya tersendiri di Desa Majasem ini”, ucap Bu Wo Kasun Pentuk Pelem.

Reog Majasem sejatinya mulai berkembang sejak tahun 1997 yang awalnya dikelola oleh pemuda lingkungan setempat. Awal mula perkembangannya, Reog Majasem hanya menjadi permainan anak-anak desa setempat sehabis pulang sekolah. Kendati demikian, reog menjadi semakin berkembang hingga dibentuklah suatu komunitas reog setempat bernama Singo Mudho.

Mas Suroto, ketua reog singo mudho ini menuturkan bahwa arti penamaan singo mudho adalah macan muda. “Singo” sendiri diambil dari tokoh reog dan “mudho” yang berarti anak anak muda dan merujuk pada pelaku atau pemain reog. Hal ini selaras dengan sejarah awal pembentukan reog yang berasal dari permainan sehari-hari anak-anak setempat.

“Arti singo mudo itu macan muda. Kalau singo diambil dari tokoh reog nya, sedangkan yang muda itu yang berperan dalam pelakunya mbak”, tutur Mas Suroto.

Keunikan Reog Desa Majasem

Reog Majasem ini memiliki keunikan tersendiri yang membedakan dengan reog lainnya. Keunikannya terletak pada pembarong yang dilakukan oleh pemain perempuan. Hal ini tentu menjadi sorotan menarik, karena dalam banyak pertunjukan reog, pembarong umumnya diwujudkan oleh pemain laki-laki. Di Desa Majasem, keberanian dan kekuatan pemain perempuan dalam memerankan peran ini memberikan sentuhan baru pada pertunjukan, menciptakan harmoni yang unik antara keanggunan dan kekuatan. Selain itu, Reog Majasem tergolong fleksibel. Artinya, komposisi permainan dapat disesuaikan tergantung permintaan tuan rumah. Hal ini memberikan ruang kreatif yang lebih besar bagi para seniman dan pemain untuk mengekspresikan ide-ide baru serta berkolaborasi dalam menciptakan pertunjukan yang inovatif.

Upaya Pelestarian dan Pengembangan

Hingga saat ini Reog Majasem telah banyak dipentaskan dalam berbagai gelaran acara dan pertunjukkan, mulai dari lingkup lokasi hingga wilayah pasuruan, blitar, dan sragen. Meski demikian, harapan untuk mendapatkan perhatian penuh dari pemerintah dan masyarakat menjadi yang paling dinantikan bagi komunitas Reog “Singo Mudho” ini. Pasalnya, saat ini mereka adalah organisasi independen yang terlepas dari jaringan dukungan resmi.

“Dulu kami adalah bagian dari karang taruna, tetapi akhirnya kami lepas dari desa dan membentuk komunitas sendiri”, ucap Mas Suroto. Dalam usahanya untuk meningkatkan visibilitas dan mencapai potensi penuh Reog Majasem, komunitas ini berharap adanya kerjasama yang erat antara pemerintah, masyarakat, dan pihak terkait lainnya. Dengan adanya dukungan dari stakeholder lain, maka harapannya akan berdampak pada regenerasi yang lebih jelas dan terarah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *